Category: Artikel

  • Pemanfaatan Teknologi Untuk Pengelolaan Pelatihan Anggota Dewasa Gerakan Pramuka

    Pemanfaatan Teknologi Untuk Pengelolaan Pelatihan Anggota Dewasa Gerakan Pramuka

    Pendahuluan

    Latar Belakang

    Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tahun 2020 -2023 membawa perubahan yang sangat signifikan dalam proses pembelajaran manusia. Ketika manusia mengurangi pergerakan dan mobilitasnya di luar rumah, pemanfaatan teknologi informatika menjadi suatu keharusan. Interaksi manusia tidak hanya bertemu langsung secara fisik, namun juga melalui sarana internet. Apabila sampai awal tahun 2020, interaksi manusia didominasi pertemuan tatap muka secara langsung, namun sejak pertengahan tahun 2020, interaksi manusia dipaksa beralih secara daring atau melalui jaringan internet.

    Begitu pula yang terjadi dalam proses pembelajaran. Pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi dipaksa untuk melakukan strategi pembelajaran secara daring. Hal ini berpengaruh langsung pula dengan pendidikan non formal termasuk pendidikan dalam keluarga. Interaksi pembelajaran dipaksa keadaan untuk mengurangi pertemuan secara fisik mengakibatkan proses pembelajaran secara daring menjadi pilihan utama.

    Selama 3 (tiga) tahun keadaan ini berjalan berpengaruh besar terhadap strategi pembelajaran di dunia pendidikan dan pelatihan. Pembelajaran secara daring yang sebelumnya merupakan keterpaksaan karena keadaan, khususnya selama 2 tahun (2020-2022), ternyata dianggap menjadi solusi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam proses pembelajaran, tidak saja untuk pendidikan namun berpengaruh terhadap berbagai proses interaksi manusia lainnya. Rapat-rapat internal dan antar instansi saat ini sudah mulai terbiasa dilaksanakan secara daring ataupun hybrid.

    Begitu pula dengan strategi pengembangan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa mulai berubah. Berbagai strategi pembelajaran yang memadukan antara pertemuan tatap muka secara langsung (onsite/offline) dengan secara daring (online) makin efektif untuk dikembangkan. Pelatihan-pelatihan dan bimbingan teknis bahkan mulai dikembangkan penuh berbasis internet.

    Model pembelajaran seperti yang dikembangkan Universitas Terbuka banyak ditiru oleh beragam perguruan tinggi. Walau sejak pertengahan tahun 2023 proses pembelajaran formal secara tatap muka efektif berjalan kembali, namun dalam konteks pelatihan dan bimbingan teknis mengalami perubahan secara signifikan. Berbagai Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) mengembangkan proses pelatihan dan bimbingan teknis menggunakan strategi pemanfaatan teknologi informatika secara penuh. Hal ini masuk dalam strategi yang dikembangkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku pembina Pusdiklat di Indonesia.

    Pola 70:20:10 atau pola pelatihan online dan hibrida menjadi pilihan utama dalam pengembangan pelatihan yang diselenggarakan Pusdiklat. Terlebih, sejak adanya kebijakan manajemen talenta dalam pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mewajibkan setiap ASN untuk mengembangkan diri minimal 20 jam dalam satu tahun membuat Pusdiklat yang berperan sebagai Corporate University harus dapat mengakomodir kebutuhan seluruh ASN yang ada dalam jaringan binaannya. Praktiknya, Pusdiklat tidak saja memfasilitasi kebutuhan ASN namun juga mitra kerjanya, khususnya instansi swasta yang berhubungan langsung dengan instansi tersebut. Misalkan dalam industri pendidikan, sekolah swasta, perguruan tinggi swasta, termasuk perpustakaan dan unit kearsipan yang ada dalam instansi tersebut perlu difasilitasi pengembangan kompetensinya.

    Dengan demikain, pusat pendidikan dan pelatihan tidak bisa lagi mengandalkan kegiatan-kegiatannya hanya berbasis tatap muka. Strategi pembelajaran secara online dan hibrida menjadi suatu keharusan untuk memaksimalkan perannya secara langsung dalam pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Salah satu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Pusdiklat adalah menggunakan konsep MOOCs.

    Apa itu MOOCs

    MOOCs atau yang dapat diterjemahkan sebagai kursus daring terbuka merupakan kursus terbuka dan di desain gratis yang ditawarkan kepada siapa saja di seluruh dunia yang tertarik pada bidang pengetahuan baru atau mempelajari keterampilan baru. Menurut Kernohan (2015) MOOCs merupakan sebagai gerakan yang menggunakan platform terbuka yang memungkinkan siapa saja untuk berbagi pengetahuan dan belajar sesuatu secara terstruktur. MOOCs menurut Setyowati (2015) merupakan bentuk pembelajaran secara daring (online) yang melibatkan banyak peserta pembelajaran dan bersifat interaktif.  Adapun Kamus Oxford Online dalam Rollins (2023) menyatakan MOOCs merupakan suatu program yang tersedia melalui internet tanpa biaya untuk sejumlah besar orang. Siapa pun yang memutuskan untuk mengambil MOOC cukup masuk ke situs web dan mendaftar.

    MOOCs layaknya pembelajaran secara umum, peserta diminta untuk menyimpan beragam informasi yang diarahkan dalam modul pembelajaran dan mengerjakan tugas secara mandiri yang dikumpulkan selambat-lambatnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Untuk itu, peserta diharapkan disiplin sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

    Bagi peserta pembelajaran juga menyenangkan karena peserta dapat belajar secara mandiri, mengulang-ulang materi pembelajaran dan kehadiran secara fisik juga tidak ada atau seandainya ada berkurang waktu pertemuan secara fisiknya.  Konsep pembelajaran online melalui MOOCs dicetuskan oleh David Wiley dari Universitas Negeri Utah dan Alex Couros dari Universitas Reginaserta Stephen Downes dan Georges Siemens dari Universitas Manitoba. Mereka menyelenggarakan kursus yang diikuti oleh lebih 2500 peserta.

    Adapun karakteristik dari MOOCs terdiri dari berbasis web (situs), menggunakan pola pembelajaran secara kolaboratif, menilai pengetahuan, dan adanya batasan waktu dalam proses pembelajaran.

    Dalam perkembangannya MOOCs terdiri dari 2 model. Model awal disebut eMOOC yang berpusat pada komunitas pembelajar yang berpartisipasi. Adapun model kedua yaitu xMOOCs yang lebih menyerupai model pembelajaran konvensional, yang tersedia rekaman video pembelajaran, kuis, ujian dan metode evaluasi pembelajaran lainnya. Model ini yang lebih banyak digunakan oleh Perguruan Tinggi dan Pusdiklat di beragam organisasi.

    xMOOCs lebih dapat diterima karena dalam pengukuran keberhasilannya lebih mudah. Adapun cMOOCs karena fokus pada pengembangan kreasi dan generasi pembelajar lebih berkembang pada komunitas-komunitas pembelajar yang memiliki ketertarikan minat dan bidang yang sama. Pada dasarnya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

    Pengalaman penulis sendiri lebih banyak mempelajari pada model kedua yaitu xMOOCs. Adapun keterlibatan penulis dalam Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dan penyelenggaraan Bimbingan Teknis Tenaga Perpustakaan yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Selain itu terlibat dalam penyelenggaraan kursus Literasi Informasi bagi pustakawan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia.

    Untuk artikel ini lebih menceritakan proses yang terjadi dalam penyelenggaraan Bimbingan Teknis Tenaga Perpustakaan yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional dan akan berjalan kegiatannya pada akhir Mei ini sampai bulan Juli mendatang.

    Praktik Penyusunan Materi Literasi Informasi untuk Masyarakat bagi Tenaga Perpustakaan

    Dalam proses penyusunan materi literasi informasi untuk masyarakat bagi Tenaga Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI membentuk tim bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) dan Yayasan Ayo Mendongeng. Perpustakaan Nasional membagi 2 materi besar, yaitu Keterampilan Literasi Informasi bagi Tenaga Perpustakaan dalam Melakukan Layanan Literasi Informasi bagi Masyarakat dan Keterampilan Mendongeng untuk Layanan Penuturan Cerita. Penulis pribadi terlibat dalam penyusunan bahan untuk Keterampilan Literasi Informasi bagi Tenaga Perpustakaan dalam Melakukan Layanan Literasi Informasi bagi Masyarakat.

    Tahap Pertama adalah penyamaan presepsi terhadap materi pembelajaran pelatihan. Literasi Informasi sebagai suatu keterampilan dalam perkembangannya memiliki beragam model keterampilan sesuai dengan kondisi pemustaka yang dilayaninya. Pemustaka yang terdiri dari para peneliti dan sivitas akademika yang ada di perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan khusus berbeda pendekatan layanan literasi informasinya dengan para guru dan murid di perpustakaan sekolah. Lebih rumit lagi bagi perpustakaan umum yang melayani segala ragam kemampuan pemustaka masyarakatnya.

    Setelah melalui beberapa kali pembahasan disepakati model pendekatan keterampilan literasi informasi mengunakan konsep Model 4i, yaitu Kenali, Cari, Evaluasi dan Pakai. Konsep ini berkembang di perpustakaan Singapura dengan konsep SURE, Source, Understand, Research and Evaluate. Model ini relatif sukses menjadi model literasi informasi bagi pemustaka Singapura yang dikembangkan oleh Perpustakaan Nasional Singapura dalam mengembangkan layanan literasi informasi.

    Setelah itu, barulah masuk tahap berikutnya yang terdiri dari:

    Penyusunan Modul dan Materi Presentasi

    Penyusunan Modul terdiri dari 4 orang tim penyusun yang didampingi oleh evaluator dari Perpustakaan Nasional RI. Evaluator bertugas memastikan modul sesuai dengan tujuan dari kegiatan bimbingan teknis. Adapun tim penyusun adalah orang-orang yang memiliki kapasitas yang dibuktikan memiliki sertifikat sebagai asesor kompetensi dan juga terlibat dalam penyusunan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia bidang Perpustakaan dan terlibat dalam akreditasi perpustakaan. Dengan kompetensi tersebut tim penyusun dapat menentukan dengan waktu terbatas, yaitu hanya 2 (dua) hari, seberapa dalam materi yang dapat diberikan kepada peserta.

    Dalam bimbingan teknis kali ini  yang merupakan tenaga perpustakaan sebagian besar bukan lulusan ilmu perpustakaan dan informasi serta minim pengetahuan terkait layanan literasi informasi melalui perpustakaan. Apabila dianalogikan ke kursus yang diselenggarakan Pusdiklat Gerakan Pramuka, setara dengan kursus orientasi Gerakan Pramuka bagi para Pengurus Gerakan Pramuka, khususnya ditingkat Gugusdepan dan Satuan Karya.

    Setelah modul selesai disusun dan disepakati oleh evaluator selanjutnya menyusun materi presentasi. Materi presentasi berdasarkan modul yang telah disusun sebelumnya. Dalam proses penyusunan materi presentasi lebih diarahkan pada pokok-pokok yang ada dalam modul dan penjelasan praktik penerapan keterampilan Literasi Informasi. Hal ini penting dilakukan agar yang menjadi narasumber dapat dengan mudah menjelaskan materi dan praktik penerapan literasi informasi oleh peserta pelatihan dengan pilihan waktu pemaparan yang terbatas.

    Link Modul dapat diakses melalui tautan berikut ini: https://tinyurl.com/MPBimtek2024

    Penyusunan materi Video Pembelajaran

    Banyak pilihan dalam materi video pembelajaran. Ada yang memilih video -video pembelajaran yang sudah ada di situs-situs video seperti youtube atau membuat materi video pembelajaran sendiri. Ada yang berupa monolog dengan satu orang yang menerangkan materi substansi dari modul yang ada dan ada pula video simulasi dalam bentuk drama. Pilihan-pilihan tersebut pada dasarnya menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. Karena video pembelajaran lebih kepada memperkuat pemahaman peserta kursus atas suatu konsep materi atau teknik tertentu yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta kursus.

    Adapun video pembelajaran yang saya pilih adalah model drama. Dua orang pemeran yaitu pustakawan dan pemustaka saling berinteraksi berkaitan dengan literasi informasi. Pustakawan berperan bagaimana menjelaskan proses yang perlu dilakukan oleh pemustaka agar permasalahan yang dihadapi pemustaka terkait kebutuhan informasi sebagai upaya pemecahan masalah yang dihadapinya dapat tertangani dengan baik. Harapannya peserta dapat lebih memahami bagaimana penerapan keterampilan literasi informasi kepada pemustaka yang dilayaninya. Tautan rekaman video pembelajaran dapat diakses melalui tautan berikut ini:

    Link video pembelajaran: https://tinyurl.com/VPBimtek2024

    Link video sambutan bimtek oleh Kepala Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI: https://tinyurl.com/VSambutanPlt

    Analisis Atas Pengembangan MOOC’s

    Berdasarkan pengalaman penulis terlibat dalam penyusunan materi pembelajaran berbasis MOOCs ini ternyata tidaklah mudah. Tim penyusun membutuhkan komitmen yang kuat agar seluruh rangkaian materi pembelajaran dalam MOOCs ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan karakteristik peserta yang menjadi target kursus. Komitmen ini tidak saja butuh seseorang yang mendampingi juga membutuhkan dukungan perangkat, sarana dan prasarana serta infrastruktur teknologi informatika yang memadai. Hal ini disampaikan Utomo (2020).

    Terpenting juga kompetensi dan keahlian yang menjadi tim penyusun materi kursus sangat perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan modul kursus dan materi pembelajaran agar peserta selesai mengikuti kursus benar-benar memiliki keterampilan dan pengetahuan baru atas materi pembelajaran yang diikutinya. Terlebih, karena proses pembelajaran lebih dominan mandiri, maka salah satu beban berat bagi tim penyusun materi dan juga nara sumber kursus adalah peserta benar-benar tertarik belajar dan mengikuti seluruh proses pembelajaran yang telah disusun. Berhubung belajar mandiri, sangatlah mudah peserta mendapat gangguan dalam proses pembelajaran. Apakah karena materi membosankan sehingga tidak menjadi perhatian peserta atau gangguan teknis dalam proses pembelajaran.

    Dalam konteks Gerakan Pramuka, pengembangan MOOCs tentu perlu penyesuaian sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berkembang di Gerakan Pramuka. Bagaimanapun Gerakan Pramuka memiliki hal yang berbeda dalam proses pembelajarannya. Termasuk dalam hal ini untuk pengembangan kompetensi anggota dewasa yang terlibat dalam Gerakan Pramuka. Tidak saja sebagai pembina dalam satuan gugusdepan, juga peran lain seperti majelis pembimbing gugusdepan, majelis pembimbing satuan karya, pimpinan satuan karya, ketua gugusdepan, pamong saka, instruktur saka, andalan kwartir, majelis pembimbing kwartir, pengurus badan kelengkapan kwartir dan peran-peran lain yang sekiranya setiap peran membutuhkan penyamaan presepsi dan pemahaman atas perannya tersebut dalam Gerakan Pramuka.

    Konsep MOOCs ini diharapkan dapat digarap dan dikembangkan serius oleh Gerakan Pramuka dalam hal ini Pusdiklat sebagai salah satu pilihan dalam pengembangan pelatihan dan kursus-kursus yang dilakukan oleh Pusdiklat. Setidaknya dapat dilakukan melalui penyusunan materi untuk orientasi anggota dewasa dalam Gerakan Pramuka seperti Orientasi bagi Majelis Pembimbing Gugusdepan, Orientasi bagi Majelis Pembimbing Satuan Karya dan orentasi bagi Majelis Pembimbing Kwartir. Metode pembelajarannya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan orientasi.

    Barulah setelah itu, Pusdiklat dapat mengembangkan konsep ini pada Kursus Mahir Dasar (KMD), Kursus Pamong Saka dan Kursus-Kursus Dasar lainnya. Penerapan metode dapat secara kombinasi. Waktu kursus tatap muka secara langsung dengan demikian dapat dipangkas. Dengan demikian, biaya kursus dapat lebih rendah. Sehingga apabila Pusdiklat ingin mengembangkan KMD Mandiri setidaknya yang menjadi dasar pintu masuk sebagai pembina dalam Gerakan Pramuka dapat lebih rendah biaya pelaksanaannya. Dengan demikian, peserta KMD Mandiri dapat lebih banyak yang bisa mengikuti Kursus. Bagaimanapun Kwartir melalui Pusdiklat memiliki tanggungjawab secara langsung dalam pemenuhan kebutuhan Pembina Gerakan Pramuka yang handal dalam proses pembinaan aggota muda dalam Gerakan Pramuka di Gugusdepan.

    Kesimpulan

    Berdasarkan konsep yang ditawarkan dalam MOOCs dan pengalaman penulis ikut terlibat dalam penyusunan materi bimbingan teknis terkait dengan literasi informasi melalui perpustakaan kepada masyarakat maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan.

    1. Konsep MOOCs pada dasarnya dapat dibangun dan dikembangkan serius oleh Pusdiklat Gerakan Pramuka, khususnya pada tingkat Nasional dan Daerah dengan asumsi Kwarnas dan Kwarda memiliki infrastruktur, sarana dan prasarana serta Sumber Daya Manusia yang mumpuni dalam pengembangan materi pembelajaran jarak jauh MOOCs ini;
    2. Pola yang dibangun melalui konsep MOOCs ini dapat diterapkan atas kedua model tersebut, yaitu cMOOCs yang dapat diterapkan untuk pertemuan para pembina dan para pelatih seperti Pitaran Pembina dan Pitaran Pelatih melalui pertemuan-pertemuan yang bersifat tematik. Adapun xMOOCs dapat diterapkan untuk kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan terstruktur yang dikembangkan oleh Pusdiklat.
    3. Butuh komitmen yang kuat dari Pusdiklat dan Pelatih untuk mengembangkan konsep MOOCs ini karena membutuhkan sumber daya dan ketekunan yang kuat. Untuk itu, perlu ada strategi dan program serta pendampingan yang baik pula agar Pusdiklat menghasilkan beragam paket kursus dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan anggota dewasa yang menjadi tanggungjawabnya.

    Saran

    1. Untuk mendorong percepatan pengembangan kursus dan pelatihan melalui pendekatan konsep MOOCs ini, Kwartir melalui Pusdiklat dapat menugaskan kepada para Pelatih yang akan menjalankan proses Naratama menghasilkan paket kursus atau pelatihan dengan pendekatan konsep MOOCs ini. Indikator keberhasilannya adalah paket kursus atau pelatihan konsep MOOCs ini tersedia dan siap digunakan. Adapun modul pembelajaran mengacu pada modul-modul yang sudah ada dengan penyesuain dengan konsep MOOCs ini.
    2. Pusdiklat perlu mempertimbangkan konsep MOOCs ini yang dimodifikasi dengan beragam pola pendekatan lainnya dalam upaya mengembangkan kursus-kursus, setidaknya Kursus Mahir Dasar dan Kursus Mahir Lanjutan untuk menekan biaya penyelenggaraan kursus. Khususnya untuk Kursus-Kursus yang dilaksanakan secara mandiri bagi peserta. Dengan demikian, halangan biaya mahal karena tidak dapat mengikuti kursus dapat ditekan. Bagaimanapun ketersediaan dan ketercukupan Pembina yang berkualitas baik menjadi tanggungjawab utama Kwartir khususnya bagi Bidang Pengembangan Anggota Dewasa melalui Pusdiklat.
    3. Pusdiklat dapat mengembangkan program pelatihan MOOCs ini sebagai wahana strategi promosi dan pemasaran yang ditujukan kepada anggota dewasa untuk mengenal, memahami dan bergabung secara aktif dalam Gerakan Pramuka sesuai dengan perannya masing-masing. Harapannya, kualitas anggota dewasa yang terlibat dalam Gerakan Pramuka mulai dari Gugusdepan, Saka sampai tingkat Kwartir Nasional yang menjadi pengurus dan pembina adalah anggota Gerakan Pramuka yang memiliki kompetensi dan memiliki nilai-nilai Kepramukaan yang baik. Harapannya Gerakan Pramuka dapat aktif melakukan adaptasi dan perubahan dengan cepat sesuai dinamika yang terjadi dalam masyarakat, khususnya bagi anggota muda sebagai subyek Gerakan dan para stakeholder, baik pemerintah dan masyarakat umum.

    Daftar Bacaan

    Kernohan, David.(2015). Massive Open Online Course, Sciencedirect.com, https://www.sciencedirect.com/topics/social-sciences/massive-open-online-course

    Kursus Daring Terbuka Masif (MOOC),    https://id.solutions.openlearning.com/moocs

    National Library Singapore.(2024). S.U.R.E. https://sure.nlb.gov.sg/ 

    Rollins, Amanda.(2018). What’s A MOOC? History, Principals, And Characteristics, eLearning Industry.   https://elearningindustry.com/whats-a-mooc-history-principles-characteristics  

    Setyowati, Lis.(2015). Mengenalkan Massive Open Online Course (MOOCs) kepada Pustakawan, Media Pustakawan, Vol.22,No.4, p.6-18. https://ejournal.perpusnas.go.id/mp/article/view/216/208 Utomo, Rio Guntur dan Rosmansyah, Yusep.(2020). Framework untuk Mendesain Sistem Massive Open Online Course (MOOCs) untuk Universitas di Indonesia, Jurnal Pendidikan Multimedia, Vol.2, No.2, p.65-74. https://ejournal.upi.edu/index.php/Edsence/article/view/29776/pdf

  • Konsep Urban Scouting Dalam Gerakan Pramuka DKI Jakarta: Memadukan Antara Pendidikan Karakter dan Kemampuan Literasi Informasi Anggota Gerakan Pramuka

    Konsep Urban Scouting Dalam Gerakan Pramuka DKI Jakarta: Memadukan Antara Pendidikan Karakter dan Kemampuan Literasi Informasi Anggota Gerakan Pramuka

    Konsep Urban Scouting kembali mengemuka di Gerakan Pramuka DKI Jakarta. Hal ini muncul dalam arahan Gubernur DKI Jakarta selaku Ketua Majelis Pembimbing Daerah Kwarda DKI Jakarta, Kak Anies Baswedan dalam Apel Hari Besar Pramuka ke-58, 31 Agustus 2019 di Monas. Menurut beliau yang dikutip dalam www.kumparan.com, konsep Urban Scouting perlu menjadi program prioritas dalam pembinaan Pramuka di DKI Jakarta.1

    Konsep ini perlu dikembangkan dalam program kerja dilingkungan Gerakan Pramuka di DKI Jakarta agar dapat memberikan kesempatan kepada anggota muda untuk mengeksplorasi rasa ingin tahu sekaligus mengeksploitasi kemampuannya. Konsep Urban Scouting menjadi prioritas berkaitan dengan anggota muda yang berada dilingkungan kota megapolitan, perlu ditopang dengan proses pembelajaran yang mengacu pada kebutuhan anak-anak megapolitan. Kegiatan bagi anggota muda dapat terus menarik dan bermanfaat untuk diikuti. Terlebih tantangan kaum muda saat ini sangatlah besar terhadap permasalahan sosial yang terjadi di Jakarta.

    Konsep Urban Scouting secara sederhana dapat dipahami sebagai konsep pendidikan kepramukaan yang disesuaikan dengan lingkungan masyarakat perkotaan yang umumnya bersifat heterogen. Urban sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan dengan berkenaan dengan kota; bersifat kekotaan; orang yang berpindah dari desa ke kota.2 Pemikiran ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, karena sejak tahun 1990-an pembahasan berkaitan dengan program-program mengenai Pramuka di perkotaan sudah sering dibahas.

    Apabila melihat dari sisi sejarahnya, Lord Baden Powell terinspirasi mengembangkan pendidikan kepanduan setelah melihat bagaimana anak perkotaan di negaranya yang seperti tidak tertangani pendidikannya. Ada sesuatu yang kosong dari pendidikan anak-anak tersebut.

    1 Lihat https://kumparan.com/@kumparannews/anies-minta-pramuka-dki-jakarta-prioritaskan-urban- scouting-1rlrpPQMwk4

    2 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/urban

    Kemudian mereka dikumpulkan dan diperkenalkan dengan konsep kepanduan dalam bentuk kegiatan perkemahan di alam bebas. Dengan demikian, sebenarnya konsep Urban Scouting lebih kepada mengingatkan kepada para anggota dewasa, dalam hal ini para pembina, untuk terus mengamati dan mengikuti perkembangan yang terjadi di lingkungan kaum muda. Terlebih, Lord Baden Powell dari awal sudah mengingatkan, “Ask The Boys”.

    Kreativitas, inovasi, dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dilingkungan masyarakat menjadi hal penting bagi para pembina dalam mendampingi kaum muda agar mereka dapat menjadi warga negara yang baik. Untuk dapat berperan seperti ini, tentu saja kita harus memahami terlebih dahulu tujuan, tugas pokok serta Prinsip Dasar Kepramukaan, Metode Kepramukaan, dan Kode Kehormatan Pramuka.

    Dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka hasil Munas Gerakan Pramuka 2018, Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap Pramuka:

    1. Memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani;
    2. Menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan.

    Lebih lanjut dalam pasal 4, Gerakan Pramuka mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan kepramukaan bagi kaum muda guna menumbuhkan tunas bangsa yang berkarakter agar menjadi generasi yang lebih baik, bertanggungjawab, mampu membina dan mengisi kemerdekaan serta membangun dunia yang lebih baik.

    Untuk itu, seorang Pembina harus memahami nilai kepramukaan, prinsip dasar kepramukaan dan Metode Kepramukaan agar dapat mudah mengembangkan konsep Urban Scouting. Konsep dasar ini tercakup dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka. Namun, dalam implementasinya, Pembina membutuhkan pemahaman yang utuh melalui berbagai aktivitas pertemuan, baik itu diskusi dan praktik yang diselenggarakan Kwartir dan Gugusdepan.

    Konsep Urban Scouting cukup banyak diulas oleh Kak Anis Ilahi melalui laman http://catatanredaksiensiklopediapramuka.blogspot.com/  Secara cukup mendetail Kak Anis

    Ilahi            memaparkan            pandangannya            yang            dapat           dilihat            di http://catatanredaksiensiklopediapramuka.blogspot.com/2015/06/urban-scouting-antara- ketrampilan-hidup.html berkaitan dengan apa dan bagaimana mengenai Urban Scouting.

    Saya pribadi melihat Urban Scouting relatif tidak jauh berbeda dengan pandangan yang disampaikan oleh Kak Anis Ilahi. Bahkan, sebagai pustakawan saya melihat kegiatan kepramukaan yang selama ini telah lama dikembangkan dapat tetap dikembangkan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang berkembang. Contoh yang bisa dikembangkan melalui program literasi informasi.

    Selama ini, dalam konteks teknologi informasi dan komunikasi, kegiatan yang bernuansa urban scouting hanya berhenti sampai bagaimana anggota muda menyampaikan kegiatannya melalui media sosial, baik itu instagram, facebook, twitter, youtube dan lainnya. Namun, terpenting sebenarnya adalah bagaimana kaum muda memahami nilai-nilai yang terkandung dari kegiatan tersebut dan kemampuannya tersebut dapat bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya.

    Hal ini selaras dengan kemampuan literasi informasi yang saat ini giat dikembangkan oleh Perpustakaan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Komuikasi dan Informatika. Perpustakaan Nasional saat ini bertanggungjawab dalam pengembangan literasi masyarakat yang sekiranya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemendikbud melalui Gerakan Literasi Sekolah. Adapun Kemkominfo fokus pada Gerakan Literasi Digital dan Media. Gerakan Pramuka memiliki peran besar sebenarnya untuk membantu pemerintah melalui konsep Urban Scouting ini.

    Anggota Gerakan Pramuka sangat memungkinkan untuk menjadi orang yang literat. Karena dalam berlatih dan berkegiatan sangat ditekankan untuk memiliki kemampuan “membaca”, yaitu kemampuan untuk mengetahui dengan pasti bagaimana cara mendapatkan informasi yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Sebagai seorang yang berjiwa petualang, kemampuan untuk menetapkan, menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara efektif yang dibutuhkannya. Seorang anggota Pramuka perlu memiliki kemampuan seseorang untuk membaca, berbicara dan menulis, memahami dengan baik, mengeksplorasi pengetahuan lebih jauh dan mentransformasikan menjadi pengetahuan dan produk/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup.

    Seluruh latihan dan kegiatan kepramukaan pada dasarnya dalam konsep Urban Scouting membutuhkan kemampuan “membaca” tadi. Kegiatan traditional Scouting dapat dipadu padankan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang saat ini. Kemampuan membaca peta misalkan. Walaupun saat ini sudah dimudahkan dengan adanya Google Maps atau Waze, namun, seorang Pramuka harusnya dapat lebih mengeksplorasi lagi kemampuan membaca peta ini. Bahkan dari berbagai peta yang ada, seorang Pramuka sebenarnya dapat menghasilkan inovasi baru berkaitan dengan membaca peta tadi. Terlebih apabila kemampuan membaca peta ini ditunjang dengan kemampuan membaca jejak, kemampuan menaksir, kemampuan melakukan pengamatan dan kemampuan penyidikan. Kemampuan ini seluruhnya ada termaktub dalam Kecakapan Khusus yang ada dalam Gerakan Pramuka. Bisa jadi, atas kemampuan ini apabila dikembangkan secara mendalam, anggota muda tersebut dapat menjadi pakar Geospasial, sesuatu yang sangat dibutuhkan saat ini di pemerintahan.

    Begitu pula, apabila anggota Gerakan Pramuka sejak awal sudah memelajari untuk tertarik “membaca alam”, mereka sudah diperkenalkan untuk selalu “penasaran” terhadap kondisi dilingkungannya, akan sangat mudah anggota muda tersebut memasuki dunia kerja. Anggota muda sudah diperkenalkan untuk melakukan analisis dengan pertanyaan “mengapa”. Bukan sekadar Apa dan Bagaimana. Dalam latihan dan kegiatan mereka sudah memahami tujuan dari kegiatan tersebut dan bersama-sama memahami atas kegiatan yang dilakukan. Kegiatan apel pembukaan dan apel penutupan dapat menjadi sarana untuk hal tersebut. Tentu, kegiatan apel ini seharusnya tidak harus kaku seperti upacara, namun menyesuaikan dengan karakteristik anggota muda yang ada dalam lingkungan tersebut.

    Hal lain yang dapat dikembangkan dalam konsep Urban Scouting ini adalah upaya agar anggota Gerakan Pramuka jangan sampai tersesat di ranah informasi, bahkan terjebak hoax. Karena seorang anggota Gerakan Pramuka sudah dari awal diperkenalkan dengan nilai-nilai yang baik agar dapat menjadi warga negara yang baik dan untuk selalu bahagia, maka kemampuan untuk menyaring informasi yang berseliweran dilingkungannya sangat dibutuhkan. Bahkan, seorang anggota Gerakan Pramuka dapat menjadi pendamping masyarakat untuk hal-hal tersebut sesuai dengan minatnya.

    Ketika seorang Penegak aktif menjadi anggota Saka Bhayangkara, misalkan. Penegak tersebut dapat membantu masyarakat bagaimana cara menghubungi Polisi apabila mengalami permasalahan kriminal. Begitu pula ketika aktif menjadi anggota Saka Bhakti Husada,

    seorang Pramuka Penegak dapat membantu mensosialisasikan program-program kesehatan masyarakat, bagaimana dalam memanfaatkan BPJS Kesehatan serta hal lainnya. Kemampuan-kemampuan melakukan pendampingan masyarakat ternyata sangat efektif dalam mengasah kemampuan berkaitan dengan soft skill. Lagi-lagi kemampuan ini sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja. Dari penjelasan tersebut, konsep Urban Scouting sangat relevan dengan kemampuan Literasi Informasi anggota Gerakan Pramuka. Kegiatan-kegiatan yang selama ini sudah baik dapat dikembangkan tidak hanya sekadar memiliki kemampuan teknis saja, namun juga seorang Pramuka DKI Jakarta dapat memahami betul atas apa tujuan dari aktifitas yang dia lakukan. Sesuatu yang dapat dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan. Dengan paham terhadap apa tujuan yang ingin dia kembangkan, memiliki kemampuan “membaca alam” yang baik, harapannya anggota Gerakan Pramuka tidak ada yang tersesat dalam hal-hal yang dilarang oleh agama, lingkungan dan negaranya.

  • PENGEMBANGAN PROGRAM URBAN SCOUTING UNTUK PEMUKIMAN KUMUH DI DKI JAKARTA

    Penerapan Urban Scouting di lingkungan DKI Jakarta pada dasarnya tidaklah mudah. Hal ini mengingat kondisi lingkungan masyarakat di DKI Jakarta yang heterogen. Sebagian besar masyarakatnya merupakan pendatang dari berbagai wilayah. Umumnya mereka lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi, sehingga dalam melihat sesuatu lebih kepada untung ruginya. Di tambah lagi, bagi keluarga yang sudah mapan perekonomiannya, pendidikan untuk anaknya lebih fokus bagaimana anaknya tersebut akan dapat berhasil secara akademis dan memiliki pekerjaan yang mantap.

    Kondisi ini relatif tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah kumuh. Para orang tua dalam melihat sesuatu lebih fokus kepada bagaimana mereka bertahan hidup dari hari ke hari, syukur-syukur ada kesempatan untuk menaikkan taraf hidupnya. Pendidikan lebih kepada upaya pemenuhan pendidikan formal saja. Apabila ada sisa waktu, anak mereka diharapkan ikut berkontribusi menambah penghasilan. Walau hal ini sebenarnya melanggar kebijakan pemerintah mengenai perlindungan terhadap anak.

    Apabila melihat kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta, pemerintah daerah sangat memerhatikan hal-hal mendasar untuk kebutuhan hidup warga masyarakatnya. Upah minimum propinsi yang setiap tahun relatif selalu naik seiring inflasi, pendidikan gratis untuk seluruh anak dari PAUD sampai SMA, bahkan beasiswa unggulan untuk remaja yang memiliki potensi berkembang untuk memajukan Jakarta tersedia bagi warganya. Sebuah kemewahan yang belum didapatkan warga di daerah luar DKI Jakarta. Anak juga mendapat tambahan dana agar mereka dapat belajar dengan tenang melalui tambahan dana untuk kebutuhan pembelajaran mereka.

    Begitu juga dengan fasilitas lain yang didapatkan warga DKI Jakarta. Asuransi Kesehatan, transportasi umum yang murah dan memadai, layanan adminsitrasi publik yang memadai sampai berbagai fasilitas perpustakaan di Jakarta yang sangat memadai apabila dibandingkan dengan daerah lain. Terlebih berbagai fasilitas ini tersedia pula di hampir setiap jajaran pemerintah yang dapat diakses warga DKI Jakarta.

    Pertanyaannya, apakah konsep Urban Scouting dapat dikembangkan bagi warga masyarakat yang berada di daerah kumuh? Termasuk pula pertanyaan ini, apakah memungkinkan warga dewasa yang berada di daerah kumuh berkenan meluangkan waktunya untuk aktif terlibat dalam pengembangan program Urban Scouting di area pemukimannya?

    Pertanyaan yang tidak mudah dijawab bagi para Pengurus Kwartir dan Pembina Pramuka di DKI Jakarta yang memiliki banyak pemukiman kumuh. Ada beberapa hal yang sekiranya dapat mencoba mengembangkan konsep Urban Scouting ini.

    1.  Penguatan Kapasitas Pembina dalam Merangkul dan Marketing Gerakan Pramuka

    Penguatan kapasitas Pembina dalam merangkul masyarakat sangat diperlukan ketika memasuki masyarakat yang berada di pemukiman kumuh. Pendekatannya tentu berbeda dengan pendekatan Sekolah ke Orang tua siswa. Sekolah memiliki unsur “memaksa” agar masyarakat di area tersebut untuk patuh mengikuti arahan sekolah. Adapun untuk aktif dalam Gerakan Pramuka, maka perlu kemampuan yang kuat dalam melakukan advokasi pendekatan ke warga pemukiman kumuh tersebut.

    Selain itu, perlu adanya kemampuan marketing bagi pembina dan pengurus Kwartir di Gerakan Pramuka. Selama ini, memasarkan Gerakan Pramuka tidak menjadi prioritas yang riil dalam pelaksanaan teknis di Gerakan Pramuka. Pengurus Kwartir hanya sekadar menyadari namun tidak ada langkah kongkret untuk hal ini. Tentu saja perlu ada semacam pengembangan kapasitas untuk para pembina dan pengurus Kwartir agar konsep ini dapat dilaksanakan.

    2. Penguatan Berjejaring dengan Institusi Terkait untuk Masyarakat Pemukiman Kumuh

    Berjejaring harus selalu dikembangkan oleh pengurus Kwartir dan Pembina dalam upaya memudahkan pengembangan kegiatan kepramukaan di pemukiman kumuh. Apabila ada jejaring yang kuat, Kwartir dapat membantu Pembina dalam mendukung pengembangan program kegiatan yang dibutuhkan untuk masyarakat pemukiman kumuh.

    3. Kegiatan yang langsung mendapat manfaat untuk anggota Muda dan Orang Tuanya

    Kegiatan-kegiatan yang langsung mendapat manfaar bagi anggota muda dan orang tuanya perlu menjadi perhatian agar mereka tetap terus semangat berlatih. Apabila, Lord Baden Powell melakukan pendekatan berkemah kepada anak-anak urban di Inggris, mungkin hal ini bisa diterapkan untuk anggota muda yang berada di wilayah tersebut.

    Selain itu, adanya kegiatan-kegiatan yang menghasilkan keuntungan atau produk yang berkembang saat itu. Misalkan, anggota muda ditantang untuk mengikuti pameran pakaian di suatu mall, maka mereka berkegiatan mulai dari belajar menjahit dan menghasilkan baju-baju inovasi mereka.

    Kajian ini pada dasarnya tidak hanya sekadar catatan saja, namun sekiranya dapat menjadi program serius Kwartir di DKI Jakarta agar dapat membangun masyarakat Jakarta yang mandiri, inovatif, serta membuat warga Jakarta bahagia.

    Jakarta, 26 Oktober 2019

    Catatan: Mohon maaf tidak mencantumkan daftar pustaka yang relevan dengan pemikiran ini, berhubung butuh waktu yang cukup untuk menyusun artikel yang komprehensif.

  • KETIKA PERMENDIKBUD NOMOR 63 TAHUN 2014 DICABUT: Beberapa Sudut Pandang

    KETIKA PERMENDIKBUD NOMOR 63 TAHUN 2014 DICABUT: Beberapa Sudut Pandang

    oleh:

    Dr. Sungkowo Soetopo, M.Pd., M.Sn. Kepala Puslitbang Gerakan Pramuka Kwartir Daerah Sumatra Selatan

    I

    Informasi dicabutnya Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 yang mewajibkan pendidikan kepramukaan menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib di satuan pendidikan mendapat sambutan yang berbeda. Dari lapangan  diperoleh tiga sudut pandang, yaitu: (1) menerima dengan suka cita pencabutan itu, (2) tidak suka dengan pencabutan itu, dan (3) biasa-biasa saja.

    II

    Mereka yang menerima pencabutan ini sudah dapat dipastikan bersuka cita. Betapa tidak! Permen ini menjadi beban bagi mereka. Kata wajib bermakna harus dilaksanakan, sementara itu mereka tidak mempunyai piranti yang lengkap untuk melaksanakannya. Piranti yang dimaksud adalah sumber daya insani, pembina yang berkualifikasi,  yang akan menjadi penggerak kegiatan ini dan pedoman praktis untuk menjalankan regulasi itu.

    Ada beban yang sukar dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Pertanggungjawaban dunia muncul ketika para wali kelas harus mengisikan nilai EWPK di laporan pendidikan peserta didiknya.

    Perhatikan ilustrasi berikut!   (kejadian ini terjadi ketika orang tua memeriksa buku laporan pendidikan anaknya)
    Orang tua:(membuka halaman yang berisi nilai mata pelajaran dan melihat ada nilai kepramukaan ) bertanya:”Adek melok kegiatan pramuka?” ‘Adik mengikuti kegiatan pramuka?’
    Anak:(Menjawab dengan tenang), “Idak  Yah.” ‘Tidak Yah.’
    Orang tua:“Ini ngapo ado  nilai pramuka?” ‘Ini mengapa ada nilai pramuka?’. Tanya sang Ayah heran.  

    Sang Ayah heran ada nilai ekstrakurikuler wajib di laporan pendidikan anaknya. Sedangkan anaknya tidak ikut serta dalam kegiatan itu.  Situasi di atas terjadi karena ada syarat yang harus dipenuhi oleh peserta didik untuk EWPK. Nilai EWPK harus baik.  Jika tidak, peserta didik tidak naik kelas. Akan menjadi masalah baru ketika peserta didik secara akademis telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan peserta didik itu tidak naik kelas karena nilai EWPK tidak mencapai ketentuan dalam Permendikbud itu. Sementara itu, peserta didik ini tidak ikut EWPK karena sekolahnya tidak menyelenggarakan kegiatan ini. Yang menjadi pertanyaan adalah: “Dari mana asal muasal nilai  EWPK yang dituliskan di dalam laporan pendidikan peserta didik?”  Jawabannya hanya satu kata.  Nembak ‘menembak’, bukan menebak.

    Ini yang akan membuat guru bingung mempertanggungjawabkannya ketika ada wali peserta didik bertanya ikhwal munculnya nilai itu. Meskipun ini kecil sekali kemungkinannya. Kemungkinan yang dapat dipastikan akan dipertanyakan wali peserta didik apabila anaknya tidak naik kelas padahal secara akademis ia telah mencapai KKM.

    Guru harus mempertanggungjawabkannya di akhirat, ketika mereka tidak menjalankan amanat kurikulum. Sampai sejauh itukah? Mengapa tidak? Bagi mereka yang beriman,  kurikulum adalah amanat yang harus  disampaikan oleh tenaga pendidik untuk perserta didiknya. Kurikulum menuntut tenaga pendidik menyampaikan pendidikan di sekolah sesuai dengan kurikulum. Tenaga pendidik harus menjalankan amanat itu. Jika tidak, artinya ia tidak amanah. Bila ia mengimani bahwa  hal ini akan dipertanggungjawabkan kelak di hari akhir, pastilah ini akan menjadi beban bagi dirinya.

    Oleh karena itu, kelompok ini menyambut dengan suka cita Permen ini dicabut karena mereka akan terlepas dari kewajiban.

    III

    Sudut pandang ke dua, mereka tidak  suka ketika mendengar ‘kabar’ EWPK dihapuskan. Mereka yang dengan susah payah meyakinkan peserta didiknya dan termasuk meyakinkan orang tua peserta didik  bahwa EWPK itu sangat berguna tiba-tiba EWPK dikabarkan dihapus. Di dalam  kelompok ini biasanya ada orang-orang ‘pembina’ yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan kepramukaan. Dengan Permen ini pembina mendapat dukungan dari pemerintah.  Mereka mempunyai kekuatan hukum, meskipun sebenarnya sudah ada Undang-undang yang lebih kuat untuk melaksanakan kegiatan kepramukaan. Akan tetapi, dengan pernyataan wajib yang tertera dalam  Permen itu, semakin membuat mereka lebih percaya diri.

    Dapat dipastikan pula,  di sini ada sosok kamabigus yang secara organisatoris menjalankan fungsinya sebagai mabigus  yang sejalan dengan yang dijalankan oleh pembina. Kamabigus yang menjalankan fungsinya sebagai majelis pembimbing gugus depan, memberikan bantuan organisatoris, finansial, dan manajerial.

    Mereka merasakan usahanya sia-sia. Hal ini dapat dipahami. Betapa tidak, di tengah-tengah orang memahami bahwa organisasi ini bersifat suka rela  mereka ditanyai mengapa pramuka jadi wajib. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan sebagian peserta didik yang tidak berminat kepada kegiatan kepramukaan. Mereka berjuang tanpa lelah dan terus berkegiatan. Dengan berbagai kiat dan strategi terus melakukan kegiatan sesuai dengan yang mereka yakini bahwa kegiatan kepramukan sangat berguna.

    IV

    Yang bersudut pandang biasa-biasa saja, sebenarnya tidak banyak. Tetapi, tampaknya mereka memang tidak dapat berkomentar ketika ketika ada ‘kabar’ EWPK dihapuskan. Selama ini, kegiatan kepramukaan di satuan pendidiknya berjalan biasa-biasa saja. Dengan permen dan tanpa permen kegiatan kepramukaan tetap berjalan.

    Sejatinya sudut pandang ini yang diperlukan. Mereka tidak terusik dengan ‘kabar’ EWPK dicabut. Karena selama ini mereka melaksanakan kegiatan kepramukaan berpegang pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Gerakan Pramuka (AD dan ART). Dari awal munculnya AD dan ART hingga sekarang, dapat dipastikan tujuan, sifat, prinsip dasar, dan metode kepramukaan tidak berubah tepatnya relatif tetap.

    Tujuan Gerakan  Pramuka  membentuk pramuka yang berkepribadian (sebutkan saja  yang baik-baik) dan berjiwa Pancasila setia kepada NKRI (sebutkan saja semua yang berbau nasiolisme). Sifatnya antara lain suka rela dan tidak berpolitik praktis. Prinsip dasar Gerakan Pramuka adalah iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, peduli terhadap bangsa, negara, lingkungan dan diri sendiri, serta taat pada kode kehormatan pramuka. Semua kegiatan menggunakan metode belajar yang integratif dan progresif. Itulah yang menjadi panduan mereka membina peserta didik.

    V

    Mengakhiri tulisan ini, saya hanya hendak mengajak siapa saja yang membaca tulisan ini  marilah kita sikapi kabar pencabutan EWKP itu dengan rasional. Tidak dengan emosional.

    Jika Anda (sebagai tenaga pendidik) bersudut pandangan ‘suka’ dengan pencabutan EWKP ini mari jawab pertanyaan berikut.

    Perlukah peserta didik memperoleh kegiatan ekstra selain kegiatan kurikuler? Jika jawaban Anda tidak perlu,  berarti seharusnya Anda minta dipindahtugaskan bukan sebagai tenaga pendidik. Karena pada dasarnya tenaga pendidik di satuan pendidikan tugasnya bukan hanya mengajarkan mata pelajaran saja. Mereka harus membekali peserta didiknya keterampilan nonakademis yang kelak dapat digunakan berdampingan dengan pengetahuan akademisnya di masyarakat.

    Kegiatan ektrakurikuler apa yang materinya paling banyak? Anda yang memandang EMKP tidak perlu pasti akan menjawab ‘tidak tahu’. Untuk itu saya beri tahu.  Ekstrakurikuler  yang materinya paling banyak adalah  ekstrakurikuler  pendidikan kepramukaan: antrara lain palang merah remaja, pasukan pengibar bendera, baris-berbaris, pengembaraan, perkemahan, cinta alam, kerohanian, kelompok ilmiah remaja, kerohanian,  dan bakti sosial.  

    Sebuah contoh, setiap kegiatan penjelajahan, peserta biasanya diminta mencari dan mengumpulkan daun yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Kegiatan ini dapat dijadikan  kegiatan ilmiah. Malangnya, kegiatan itu hanya sebatas mencari dan mengumpulkan. Peserta tidak diminta mencari tahu lebih jauh tentang dedaunan yang dikumpulkan itu, misalnya: nama daun, bahasa latinnya, deskripsinya: bentuk, mungkin baunya, atau rasanya. Karena keterbatasan kemampuan pembina, maka kegiatan ini hanya dianggap sebagai syarat bahwa peserta sudah menjalankan perintah dalam kegiatan penjelajahan itu.

    Sebuah contoh lagi, kegiatan perkemahan yang sudah sangat akrab di dunia kepanduan, ternyata dijadikan sebagai kegiatan mahal oleh Roberta “Bobbi” DePorter. Bobbi adalah salah satu pendiri program SuperCamp. Kegiatan ini menjadi kegiatan yang menarik dan menantang dan diminati oleh pandu, termasuk pramuka dan nonpramuka. Melalui perkemahan banyak pembelajaran yang dapat diperoleh peserta didik. Peserta didik dapat saling mengenal lebih dalam karakter temannya. Pengalaman sesosif  (spiritual, emosional, sosial, dan fisik) lengkap akan mereka peroleh melalui kegiatan ini dan tidak semua kegiatan ektrakurikuler di satuan pendidikan memberikan materi seperti di ekstrakurikuler pendidikan kepramukaan.

    Ketika kita tidak dapat menjalankan Permen ini, sebenarnya bukan Permennya yang diganti, tetapi perangkat yang dapat membuat  Permen itu berjalan  yang harus dilengkapi. Semua pemangku kepentingan diberikan pemahaman tentang Permen itu. Petunjuk operasionalnya dibuat. Contoh pelaksanaan dalam bentuk video akan sangat mendukung pelaksanaan Permen itu. Yang tidak kalah pentingnya, penghargaan bagi satuan pendidikan yang telah menjalankan Permen itu.

    Untuk kelompok yang bersudut pandang tidak suka EWKP dicabut harus diberi penghargaan. Lengkapi piranti pendukung yang diperlukan seperti yang telah dikemukan pada paragraf terdahulu. Jangan biarkan kelompok ini bergerak sendiri. Beri dukungan maksimal.

    Kelompok yang tidak terusik dengan kabar akan dicabutnya EWKP adalah kelompok yang  benar-benar memandang kegiatan pendidikan kepramukaan sebagai tempat pengabdian. Orang-orang di sini (pembina) sudah menjadikan gerakan pramuka sebagai ‘istri/suami  pertama’ (maaf jika analogi ini tidak tepat). Mereka ‘gembira untuk dapat berguna’ (teman-teman yang menjadi anggota Gerakan Pramuka sejak tahun 60-an pasti masih ingat). Orang yang baik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain, tampaknya menjadi pegangan mereka berkegiatan di organisasi yang tidak berbayar ini. Jika ada yang membayar untuk mereka itu bonus  dari Allah, karena hadiahnya akan mereka peroleh di akhirat, bagi yang melaksanakan  pendidikan ini karena Allah.

    Kelompok yang bersudut pandang seperti ini patut diapresiasi dan perlu dicurahi perhatian. Di tangan mereka Gerakan Pramuka akan tetap ada. Yang menjadi pertanyaan masih adakah mereka yang bersudut pandang seperti ini? Jawabnya ada.  Gerakan Pramuka hingga saat ini masih tetap ada  karena masih ada orang-orang seperti mereka. Mereka berkegiatan sepi ing pamrih (tanpa pamrih), rame ing gawe (banyak kerja).

    Akhirnya, apapun aturannya tetaplah memandu untuk anak bangsa. Palembang, hari-hari terakhir  Ramadan 2024