Penerapan Urban Scouting di lingkungan DKI Jakarta pada dasarnya tidaklah mudah. Hal ini mengingat kondisi lingkungan masyarakat di DKI Jakarta yang heterogen. Sebagian besar masyarakatnya merupakan pendatang dari berbagai wilayah. Umumnya mereka lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi, sehingga dalam melihat sesuatu lebih kepada untung ruginya. Di tambah lagi, bagi keluarga yang sudah mapan perekonomiannya, pendidikan untuk anaknya lebih fokus bagaimana anaknya tersebut akan dapat berhasil secara akademis dan memiliki pekerjaan yang mantap.
Kondisi ini relatif tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah kumuh. Para orang tua dalam melihat sesuatu lebih fokus kepada bagaimana mereka bertahan hidup dari hari ke hari, syukur-syukur ada kesempatan untuk menaikkan taraf hidupnya. Pendidikan lebih kepada upaya pemenuhan pendidikan formal saja. Apabila ada sisa waktu, anak mereka diharapkan ikut berkontribusi menambah penghasilan. Walau hal ini sebenarnya melanggar kebijakan pemerintah mengenai perlindungan terhadap anak.
Apabila melihat kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta, pemerintah daerah sangat memerhatikan hal-hal mendasar untuk kebutuhan hidup warga masyarakatnya. Upah minimum propinsi yang setiap tahun relatif selalu naik seiring inflasi, pendidikan gratis untuk seluruh anak dari PAUD sampai SMA, bahkan beasiswa unggulan untuk remaja yang memiliki potensi berkembang untuk memajukan Jakarta tersedia bagi warganya. Sebuah kemewahan yang belum didapatkan warga di daerah luar DKI Jakarta. Anak juga mendapat tambahan dana agar mereka dapat belajar dengan tenang melalui tambahan dana untuk kebutuhan pembelajaran mereka.
Begitu juga dengan fasilitas lain yang didapatkan warga DKI Jakarta. Asuransi Kesehatan, transportasi umum yang murah dan memadai, layanan adminsitrasi publik yang memadai sampai berbagai fasilitas perpustakaan di Jakarta yang sangat memadai apabila dibandingkan dengan daerah lain. Terlebih berbagai fasilitas ini tersedia pula di hampir setiap jajaran pemerintah yang dapat diakses warga DKI Jakarta.
Pertanyaannya, apakah konsep Urban Scouting dapat dikembangkan bagi warga masyarakat yang berada di daerah kumuh? Termasuk pula pertanyaan ini, apakah memungkinkan warga dewasa yang berada di daerah kumuh berkenan meluangkan waktunya untuk aktif terlibat dalam pengembangan program Urban Scouting di area pemukimannya?
Pertanyaan yang tidak mudah dijawab bagi para Pengurus Kwartir dan Pembina Pramuka di DKI Jakarta yang memiliki banyak pemukiman kumuh. Ada beberapa hal yang sekiranya dapat mencoba mengembangkan konsep Urban Scouting ini.
1. Penguatan Kapasitas Pembina dalam Merangkul dan Marketing Gerakan Pramuka
Penguatan kapasitas Pembina dalam merangkul masyarakat sangat diperlukan ketika memasuki masyarakat yang berada di pemukiman kumuh. Pendekatannya tentu berbeda dengan pendekatan Sekolah ke Orang tua siswa. Sekolah memiliki unsur “memaksa” agar masyarakat di area tersebut untuk patuh mengikuti arahan sekolah. Adapun untuk aktif dalam Gerakan Pramuka, maka perlu kemampuan yang kuat dalam melakukan advokasi pendekatan ke warga pemukiman kumuh tersebut.
Selain itu, perlu adanya kemampuan marketing bagi pembina dan pengurus Kwartir di Gerakan Pramuka. Selama ini, memasarkan Gerakan Pramuka tidak menjadi prioritas yang riil dalam pelaksanaan teknis di Gerakan Pramuka. Pengurus Kwartir hanya sekadar menyadari namun tidak ada langkah kongkret untuk hal ini. Tentu saja perlu ada semacam pengembangan kapasitas untuk para pembina dan pengurus Kwartir agar konsep ini dapat dilaksanakan.
2. Penguatan Berjejaring dengan Institusi Terkait untuk Masyarakat Pemukiman Kumuh
Berjejaring harus selalu dikembangkan oleh pengurus Kwartir dan Pembina dalam upaya memudahkan pengembangan kegiatan kepramukaan di pemukiman kumuh. Apabila ada jejaring yang kuat, Kwartir dapat membantu Pembina dalam mendukung pengembangan program kegiatan yang dibutuhkan untuk masyarakat pemukiman kumuh.
3. Kegiatan yang langsung mendapat manfaat untuk anggota Muda dan Orang Tuanya
Kegiatan-kegiatan yang langsung mendapat manfaar bagi anggota muda dan orang tuanya perlu menjadi perhatian agar mereka tetap terus semangat berlatih. Apabila, Lord Baden Powell melakukan pendekatan berkemah kepada anak-anak urban di Inggris, mungkin hal ini bisa diterapkan untuk anggota muda yang berada di wilayah tersebut.
Selain itu, adanya kegiatan-kegiatan yang menghasilkan keuntungan atau produk yang berkembang saat itu. Misalkan, anggota muda ditantang untuk mengikuti pameran pakaian di suatu mall, maka mereka berkegiatan mulai dari belajar menjahit dan menghasilkan baju-baju inovasi mereka.
Kajian ini pada dasarnya tidak hanya sekadar catatan saja, namun sekiranya dapat menjadi program serius Kwartir di DKI Jakarta agar dapat membangun masyarakat Jakarta yang mandiri, inovatif, serta membuat warga Jakarta bahagia.
Jakarta, 26 Oktober 2019
Catatan: Mohon maaf tidak mencantumkan daftar pustaka yang relevan dengan pemikiran ini, berhubung butuh waktu yang cukup untuk menyusun artikel yang komprehensif.
Leave a Reply